Jumat, 05 Mei 2017

Strategi Laut Biru

By Alfred Alinazar
Aku teringat sebuah cerita lawas ketika aku masih mahasiswa pada sebuah acara studium general yang diadakan oleh keluarga mahasiswa. Pada acara tersebut, Pak Joko yang menjadi nara sumber pada acara tersebut sempat berkelakar bahwa dia meraih sukses seperti saat ini adalah karena dia dulu bukan mahasiswa yg berprestasi cemerlang. Kemudian Pak Joko yg saat itu menjabat sebagai general manager di Indosat juga menambahkan bahwa seandainya saja dia dulu mahasiswa berprestasi, tentu dia akan sudah menjadi dosen seperti Pak X (dia menyebutkan nama salah seorang dosen yg kebetulan teman seangkatannya)
Aku tidak bermaksud mengatakan bahwa karir sebagai GM itu lebih baik daripada profesi seorang dosen. Hanya kebetulan saja pada saat acara itu digelar, profesi dosen kurang begitu diminati di kalangan mahasiswa sehingga hampir semua mahasiswa yang baru lulus ditawari untuk menjadi dosen lebih banyak yg menolak daripada yang menerimanya. Dengan asumsi profesi tersebut kurang diminati, kelakar Pak Joko yg kebetulan satu almamater denganku ini memberi kesan kepadaku bahwa untuk meraih sukses di dunia kerja (selain dosen), tidak dibutuhkan prestasi akademik yg cemerlang.
Setelah aku lulus kuliah dengan prestasi yg tidak cemerlang (masa kuliah 7 tahun dengan IPK pas-pasan), aku mulai melihat bahwa kelakar Pak Joko itu tidak sepenuhnya gurauan. Pengamatanku atas pengalaman teman-temanku dan diriku sendiri, bahwa ternyata teman-teman yang berprestasi sedang-sedang saja sewaktu kuliah ternyata malah mampu bekerja di perusahaan-perusahaan besar. Sementara teman-teman yang IPK-nya cukup tinggi malah ada yg sempat menganggur dan setelah bekerja juga tidak di tempat yg lebih baik dibandingkan dengan teman-teman yg beprestasi biasa-biasa saja.
Mungkin saja pengamatanku itu hanya pengamatan sepintas, tidak valid, dan fakta-fakta yang aku dapat hanya karena kebetulan. Namun beberapa hari ini aku pikir-pikir lagi dan melihat kemungkinan bahwa orang-orang yg prestasi akademis-nya biasa-biasa saja itu memang memiliki peluang untuk sukses lebih besar daripada orang-orang yg berprestasi cemerlang semasa sekolah.
Mengapa aku bisa berpikiran demikian ? Hal ini terpicu atas pertanyaan salah seorang adik kelasku beberapa hari yang lalu lewat Yahoo Messenger. Dia bertanya,”Bang, gimana caranya bekerja di perusahaan besar jika IPK kita tidak cukup tinggi ?”. Ditambahkan lagi olehnya bahwa dia sedang berusaha melamar di sebuah perusahaan besar. Namun karena begitu banyak mahasiswa yg mendaftar, maka panitia seleksi menaikkan batas minimum IP menjadi 3.5 (kalau nggak salah). Dan karena kenaikan batas minimun tersebut, dia menjadi tidak bisa lolos seleksi awal.
Sebagai mantan mahasiswa yg tidak berprestasi cemerlang, tentu saja aku sering mengalami kejadian serupa dimana aku terhalang atas batasan IPK untuk melamar. Namun kenyataan menunjukkan bahwa aku hampir selalu bisa menemukan cara untuk bisa lolos seleksi dengan menunjukkan kelebihanku pada tim seleksi sehingga aku bisa lolos seleksi.
Apa yang pernah aku lakukan ini mengingatkanku pada “Blue Ocean Strategy” yg baru-baru ini cukup populer di dunia manajemen pemasaran. Strategi laut biru (atau Blue Ocean Strategy) ini adalah sebuah strategi untuk mendapatkan pasar dengan cara membuat pasar baru di mana tidak banyak pemain yang ada di pasar tersebut. Lawan dari strategi laut biru ini adalah Red Ocean Strategy (atau strategi laut merah), yaitu sebuah strategi dimana orang-orang berebut pasar di mana begitu banyak orang yang ingin mendapatkan pasar tersebut dan bertarung saling membunuh satu sama lain sehingga membuat laut menjadi merah karena banyak darah yg tertumpah.
Masa-masa sekolah dan mahasiswa yang selalu aku lewati dengan prestasi yang sedang (jika tidak mau dibilang jelek), membuatku secara tidak sadar memikirkan strategi laut biru. Aliah-alih bersaing mati-matian dengan teman-teman yang rajin belajar dan sering meraih juara, aku memilih untuk mengasah kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki oleh teman-teman beprestasi akademik tersebut. Hasilnya, aku tetap bisa survive hingga saat ini walaupun aku tidak pernah meraih juara satu semasa sekolah dan tidak memiliki rekor akademik yang membanggakan pacar-pacar di masa kuliah.
Strategi laut biru memang menuntut kreatifitas dan kemampuan menciptakan kesempatan. Namun sekali kesempatan itu tercipta, maka peluang untuk menang lebih besar daripada pejuang-pejuang di laut merah karena pemain strategi laut biru bermain di lahan yang tidak ada saingannya. Ketika orang-orang saling berebut dan bersaing jualan bakso, si pemain laut biru berjualan es teh. Sementara Bejo, Gemblong dan Paijo yg sama-sama berjualan bakso mati-matian menurunkan harga untuk menarik pembeli, Midun duduk manis menunggu pelanggan membeli es teh sehabis makan bakso tanpa harus ikut2an menurunkan harga karena tak ada saingannya berjualan teh.
Akhirnya, tampaklah benang merah yang menjelaskan mengapa orang-orang yg tidak beprestasi cemerlang semasa sekolah banyak yg lebih berhasil daripada orang-orang lain yg berprestasi cemerlang sehingga membuat prestasi sekolah tampak tidak relevan dengan keberhasilan di dunia paska sekolah. Hal ini disebabkan karena orang-orang dengan prestasi biasa-biasa aja tersebut telah terasah kemampuannya untuk memainkan strategi laut biru.
Bagaimana dengan teman-teman ? Apakah anda mempunyai mimpi yang tampak sulit dicapai karena begitu banyak saingan yang harus anda kalahkan ?
Jika iya, mungkin sudah saatnya untuk menggunakan strategi laut biru.
Referensi:
Blue Ocean Stragegy - Kim and Mauborgne

Tidak ada komentar: