Rabu, 24 Maret 2010

Sepak bola indonesia...

“Percaya gak aku sekarang ada dimana?” Aku kirim sebuah sms kepada salah seorang temanku..
“Gak tahu, emang antum ada di mana?” jawab beliau.
“”Aku sedang di stadion maguwoharjo, mo nonton PSS Sleman melawan PSBI Blitar”.
Ya, sore ini aku masuk pertama kali ke stadion sepakbola paling besar di kabupaten sleman. Aku akhirnya masuk ke stadion ini karena mengantar keponakanku Aji yang menjadi anak gawang pada pertandingan kali ini. Kami berangkat dari rumah jam 13.45 kemudian kumpul dengan teman-temannya dari SSB Gelora Muda. Kami sampai di stadion maguwoharjo kurang lebih jam 14.20.

Begitu memasuki komplek stadion maguwoharjo..subhanallah, ternyata luas sekali. Apalagi ketika masuk ke dalam stadion, lapangan sepak bola dengan rumput yang terpelihara rapi dan deretan tempat duduk penonton yang diberi warna hijau, biru, kuning dan merah serta kanopi yang memayungi tribun sebelah timur dan barat membuat stadion ini makin tampak megah. Wajar aja bangunan sebesar ini bisa berdiri, dana yang sudah dikeluarkan memang sangat besar. Kalau tidak salah Kabupaten Sleman menghabiskan lebih dari 50 Milyar untuk membangun stadion ini.
Aku menunggu pertandingan dimulai. Ternyata pertandingan akan dimulai pukul `15.30. Ketika adzan, aku sempat bimbang mau sholat dulu atau nanti. Akhirnya aku memutuskan untuk sholat ashar. Ketika aku masuk ke mushola yang ada di dalam komplek stadion, disana hanya aku dapati seorang polisi yang sedang sholat dan seorang lagi yang sedang istirahat tidur. Kemudian aku menjadi makmum masbuk bagi pak polisi yang sedang sholat tersebut. Di luar sana ada seribuan orang yang kelihatannya belum sholat ashar..mungkin mereka akan sholat nanti ketika pulang kerumah.
Pukul 15.30 wib, wasit meniup peluit tanda pertandingan dimulai. Aku menonton dari tribun barat di sebelah tempat duduk VIP. Kalau aku lihat, pemain PSS kebanyakan masih muda-muda. Postur tubuh mereka juga lebih kecil kalau aku bandingkan dengan postur tubuh pemain PSBI. Suporter dari kedua belah pihak saling berlomba untuk meneriakkan dan menyanyikan yel-yel untuk menyemangati timnya masing-masing. Sebuah tontonan pertunjukkan yang menarik dari para suporter batinku.
PSBI mendapatkan peluang emas pertama ketika tendangan bebas yang dilakukan dari luar kotak penalti mengenai mistar gawang PSS Sleman. Aku sempat mengobrol dengan seorang bapak-bapak di sebelahku. “Sepertinya PSS keteteran pak”, dan memang posisi saat itu PSS lebih banyak di serang oleh tim tamu. Akan tetapi PSS unggul lebih dahulu melalui gol yang di cetak oleh pemain no 8. Tubuhnya termasuk kecil dibandingkan dengan pemain yang lain. Ketika gol ini tercipta, serentak suporter PSS berteriak gegap gempita, sementara pada tribun selatan, suporter tim tamu mulai terduduk diam. Tim tamu yang sebenarnya sedikit lebih dominan akhirnya bisa membalas melalui sebuah gol yang dicetak oleh pemain nomor 87. Suporter tim tamu kembali bersemangat.
Seorang bapak yang duduk di sebelahku mulai mengeluh tentang permainan PSS Sleman. Beliau mengeluhkan penampilan tim yang tidak berkualitas dan tidak sebaik tim PSS Sleman yang sebelumnya. Mungkin hal itu terjadi karena tahun ini pemain PSS Sleman terdiri dari pemain muda lokal hasil binaan mereka sendiri. PSS tidak mampu pengontrak pemain berkualitas karena minimnya anggaran keuangan yang dimiliki.
Pertandingan terus berjalan dengan kedua tim saling serang. Akhirnya dalam salah satu serangan yang dilakukan PSS, salah satu pemainnya di jatuhkan di dalam kotak penalti. Wasitpun memberi hadiah penalti kepada PSS. Pemain PSBI langsung mengerubuti wasit dan memprotes keputusan tersebut. Protes yang keras mereka lancarkan, mayoritas pemain pSBI mengerubungi wasit. Aku tertawa melihat hal itu.
Aku tertawa karena melihat hadiah penalti itu. Terlepas dari benar atau tidaknya pelanggaran itu terjadi, aku sudah berpikir “kok ujung-ujungnya ada penalti buat tim tuan rumah”. Kemudian aku juga tertawa melihat reaksi pemain PSBI yang sedemikian keras dalam memprotes keputusan wasit. Dan yang ketiga, aku tertawa kenapa wasit kemudian tidak menindak tegas para pemain PSBI yang terus saja memprotes. Dan yang ke empat, aku tertawa ketika para suporter PSS mulai melemparkan botol atau gelas air mineral ke arah para pemain PSBI. Dan mungkin yang terakhir, aku tertawa karena para polisi keamanan yang duduk di sudut-sudut tribun baru turun ke arah penonton ketika botol dan gelas yang dilempar semakin banyak.
PSS Sleman akhirnya unggul 2-1 setelah M Iksan menjebol gawang PSBI melalui titik penalti. Pertadingan selanjutnya berjalan cukup keras. Sempat terjadi beberapa kali insiden cukup keras antar pemain. Suporter PSS pun beberapa kali melemparkan botol dan gelas plastik ke arah pemain PSBI. Sungguh ironis karena pada saat istirahat babak pertama, perwakilan kedua suporter sempat saling berpelukan di tengah lapangan dan bertukar cindera mata.
“Kapan sepak bola Indonesia bakal maju”, kata hatiku. Aku hanya bisa tertawa melihat semua kejadian yang terjadi di hadapanku.
Menurutku, beberapa potensi kekerasan yang terjadi dalam stadion tersebut bisa diminimalisir jika para pemain cukup sportif. Dalam pengamatanku dalam pertandingan di liga-liga utama dunia, pemain sepak bola biasanya cukup sportif menerima keputusan wasit walaupun keputusan itu merugikan mereka. Kemudian petugas keamanan yang ada di dalam stadion memang sebaiknya bersiap sejak awal untuk mengantisipasi penonton melemparkan berbagai macam barang ke dalam stadion. Aku membuat kesimpulan ini karena pada saat polisi jauh dari penonton, mereka berani melemparkan berbagai macam barang ke dalam lapangan. Akan tetapi ketika polisi bergerak mendekat, mereka kembali ke tempat duduknya masing-masing dan tidak berani melemparkan botol dan gelas lagi ke dalam lapangan. Atau bahkan jika dibutuhkan, mungkin bagus jika penonton yang kedapatan mengganggu jalannya pertandingan langsung aja ditangkap dan di tahan sehari di kepolisian. Mungkin bisa membuat jera...
Wallahu’alam bishowab....

Tidak ada komentar: